Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan manusia untuk membaca Bismillah ketika menyembelih binatang, Dia Yang Mahakuasa berfirman dalam Surat al-Anam:
“فكلوا مما ذكر اسم الله عليه ان كنتم باياته مؤمنين ” (ايه 118)
” Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya.” (QS. Al-An’aam: 118)
Dia Yang Mahamulia berfirman:
“ولا تأكلوا مما لم يذكر اسم الله عليه وانه لفسق “
” Dan janganlah kamu mamakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan…“ (QS. Al-An’aam: 121)
Dia juga berfirman:
وأنعام لايذكرون اسم الله عليها افتراء عليه” (ايه 138)
” Dan binatang ternak yang mereka tidak menyebut nama Allah di waktu menyembelihnya, semata-mata membuat-buat kedustaan terhadap Allah. …“ (QS. Al-An’aam: 138)
Sebuah tim dari para peneliti senior dan
Profesor universitas di negeri Suriah sampai pada suatu penemuan ilmiah yang
menunjukkan bahwa ada perbedaan besar dalam hal perkembangbiakan mikroba antara
daging yang dibacakan takbir ketika disembelih dengan daging yang tidak
dibacakan.
Tim medis yang terdiri dari 30 Profesor
spesialis di berbagai bidang yang berbeda dalam ilmu kedokteran laboratorium,
bakteri, virus, dan ilmu pengetahuan gizi dan kesehatan daging dan patologi
anatomi, kesehatan hewan dan penyakit pada sistem pencernaan melakukan
penelitian biologi dan anatomi selama tiga tahun. Penelitian itu untuk
mempelajari perbedaan antara sembelihan yang dibacakan nama Allah (Bismillah)
dan membandingkannya dengan sembelihan yang disembelih dengan cara yang sama,
akan tetapi tanpa menyebut nama Allah (Bismillah) .
Dan
penelitian tersebut telah menunjukkan pentingnya dan perlunya menyebutkan nama
Allah (Bismillahi Allahu Akbar) ketika menyembelih binatang ternak dan burung.
Dan hasil penelitian itu sungguh mengejutkan dan mengherankan dan yang
digambarkan oleh anggota tim medis sebagai sebuah Mukjizat (keajaiban) yang
tidak bisa digambarkan dan dikhayalkan. Penanggung jawab Humas dari penelitian
ini yaitu Dr.Khalid Halawah berkata bahwa uji coba laboratorium membuktikan
bahwa serat daging yang disembelih tanpa Bismillah dan Takbir selama tes uji
serat dan perkembangbiakan bakteri ini penuh dengan kuman dan darah yang
tertahan dalam daging, sementara daging yang disembelih dengan Bismillah dan
Takbir benar-benar bebas dari bakteri dan steril tidak mengandung darah yang
tersisa/tertahan. Dan Halawah mendeskripsikan dalam pembicaraannya kepada
kantor berita Kuwait (KUNA) bahwa penemuan ini merupakan revolusi ilmiah besar
di bidang kesehatan manusia dan keselamatannya yang terkait dengan kesehatan
apa uang dia konsumsi berupa daging binatang ternak. Dan yang telah terbukti
dengan secara pasti bahwa daging tersebut bersih dan steril dari kuman dengan
membacakan Bismillah dan Takbir ketika menyembelihnuya.
Sementara itu, kata peneliti Abdul Qadir
al-Dirani bahwa ketidaktahuan orang-orang di zaman kita terhadap Hikmah yang
tersembunyi di balik penyebutan Bismillah ketika menyembelih menyebabkan
manusia mengabaikan dan enggan untuk menyebutkan Bismillah dan Takbir ketika
melakukan penyembelihan binatang ternak dan burung. Dia berkata:”Yang mendorong
saya untuk mempersembahkan tema/pembahasan ini dalam gaya bahasa akademi yang ilmiah,
yang membangun arti penting dan keseriusan persoalan ini masyarakat, adalah
berdasarkan apa yang dijelaskan oleh Profesor Muhammad Amin Syaikhu dalam
kajian beliau tentang al-Quran dan apa yang beliau sampaikan dan kami dengar
bahwa daging sembelihan yang tidak disebutkan nama Allah (Bismillah) maka di
dalamnya ada darah yang tersisa/tertahan serta tidak terbebas dari bakteri dan
kuman.”
Tambahan Ilmu
Hukum Seputar Penyembelihan Hewan
Berikut ini akan disebutkan beberapa hukum dan adab seputar penyembelihan hewan, baik itu qurban ataupun yang lain.
Hewan sembelihan dinyatakan sah dan halal dimakan bila terpenuhi syarat-syarat berikut:
a. Membaca basmalah tatkala hendak menyembelih hewan. Dan ini merupakan syarat yang tidak bisa gugur baik karena sengaja, lupa, ataupun jahil (tidak tahu). Bila dia sengaja atau lupa atau tidak tahu sehingga tidak membaca basmalah ketika menyembelih, maka dianggap tidak sah dan hewan tersebut haram dimakan. Ini adalah pendapat yang rajih dari perbedaan pendapat yang ada. Dasarnya adalah keumuman firman Allah :
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.” (Al-An’am: 121)
Syarat ini juga berlaku pada penyembelihan hewan qurban. Nabi berqurban dengan dua kambing kibasy yang berwarna putih bercampur hitam lagi bertanduk:
وَيُسَمِّي وَيُكَبِّرُ
“Beliau membaca basmalah dan bertakbir.”
b. Yang menyembelih adalah orang yang berakal. Adapun orang gila tidak sah sembelihannya walaupun membaca basmalah, sebab tidak ada niat dan kehendak pada dirinya, dan dia termasuk yang diangkat pena takdir darinya.
c. Yang menyembelih harus muslim atau ahli kitab (Yahudi atau Nasrani).. Adapun ahli kitab dihalalkan karena allag pernah berfirman :
“Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu.” (Al-Ma`idah: 5)
tetapi menurut mayoritas ulama, sembelihan ahli kitab dipersyaratkan harus sesuai dengan tata cara Islam.
Sebagian ulama menyatakan hewan qurban, tidak boleh disembelih oleh ahli kitab atau diwakilkan kepada ahli kitab. Sebab qurban adalah amalan ibadah untuk taqarrub kepada Allah , maka hukumnya tidak sah kecuali dilakukan oleh seorang muslim.
d. Terpancarnya darah
Dan ini akan terwujud dengan dua ketentuan:
1. Alatnya tajam, terbuat dari besi atau batu tajam. Tidak boleh dari kuku, tulang, atau gigi. Disyariatkan untuk mengasahnya terlebih dahulu sebelum menyembelih. Diriwayatkan dari Rafi’ bin Khadij , dari Nabi , beliau bersabda:
مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ فَكُلْ، لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفْرَ، أَمَّا السِّنُّ فَعَظْمٌ وَأَمَّا الظُّفْرُ فَمُدَى الْحَبَشَةِ
“Segala sesuatu yang memancarkan darah dan disebut nama Allah padanya maka makanlah. Tidak boleh dari gigi dan kuku. Adapun gigi, itu adalah tulang. Adapun kuku adalah pisau (alat menyembelih) orang Habasyah.” (HR. Al-Bukhari no. 5498 danMuslim no. 1968)
Juga perintah Rasulullah kepada Aisyah ketika hendak menyembelih hewan qurban:
يَا عَائِشَةُ، هَلُمِّي الْمُدْيَةَ. ثُمَّ قَالَ: اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ
“Wahai Aisyah, ambilkanlah alat sembelih.” Kemudian beliau berkata lagi: “Asahlah alat itu dengan batu.” (HR. Muslim no. 1967)
2. Dengan memutus al-wadjan, yaitu dua urat tebal yang meliputi tenggorokan. Inilah persyaratan dan batas minimal yang harus disembelih menurut pendapat yang rajih. Sebab, dengan terputusnya kedua urat tersebut, darah akan terpancar deras dan mempercepat kematian hewan tersebut.
Merebahkan hewan tersebut dan meletakkan kaki pada rusuk lehernya, agar hewan tersebut tidak meronta hebat dan juga lebih menenangkannya, serta mempermudah penyembelihan.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik , tentang tata cara penyembelihan yang dicontohkan Rasulullah :
وَيَضَعُ رِجْلَهُ عَلىَ صِفَاحِهِمَا
“Dan beliau meletakkan kakinya pada rusuk kedua kambing tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 5565 dan Muslim no. 1966)
Juga hadits Aisyah :
فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ
“Lalu beliau rebahkan kambing tersebut kemudian menyembelihnya.”
Disunnahkan bertakbir ketika hendak menyembelih qurban, sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas di atas, dan diucapkan setelah basmalah.
Bila dia mengucapkan:
بِسْمِكَ اللَّهُمَّ أَذْبَحُ
“Dengan nama-Mu ya Allah, aku menyembelih”, maka sah, karena sama dengan basmalah.
V. Bila dia menyebut nama-nama Allah selain Allah, maka hukumnya dirinci.
a. Bila nama tersebut khusus bagi Allah dan tidak boleh untuk makhluk, seperti Ar-Rahman, Al-Hayyul Qayyum, Al-Khaliq, Ar-Razzaq, maka sah.
b. Bila nama tersebut juga bisa dipakai oleh makhluk, seperti Al-‘Aziz, Ar-Rahim, Ar-Ra`uf, maka tidak sah.
VI. Tidak disyariatkan bershalawat kepada Nabi ketika menyembelih, sebab tidak ada perintah dan contohnya dari beliau maupun para sahabatnya. (Asy-Syarhul Mumti’, 3/408)
VII. Berwudhu sebelum menyembelih qurban adalah kebid’ahan, sebab tidak ada contohnya dari Rasulullah dan salaf.
Namun bila hal tersebut terjadi, maka sembelihannya sah dan halal dimakan, selama terpenuhi ketentuan-ketentuan di atas.
VIII. Diperbolehkan berdoa kepada Allah agar sembelihannya diterima oleh-Nya. Sebagaimana tindakan Rasulullah , beliau berdoa:
اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ
“Ya Allah, terimalah (sembelihan ini) dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad.” (HR. Muslim no. 1967, dari Aisyah )
IX. Tidak diperbolehkan melafadzkan niat, sebab tempatnya di dalam hati menurut kesepakatan ulama. Namun dia boleh mengucapkan:
اللَّهُمَّ هَذَا عَنْ فُلَانِ
“Ya Allah, sembelihan ini dari Fulan.”
Dan ucapan tersebut tidak termasuk melafadzkan niat.
X. Yang afdhal adalah men-dzabh (menyembelih) sapi dan kambing. Adapun unta maka yang afdhal adalah dengan nahr, yaitu disembelih dalam keadaan berdiri dan terikat tangan unta yang sebelah kiri, lalu ditusuk di bagian wahdah antara pangkal leher dan dada.
Diriwayatkan dari Ziyad bin Jubair, dia berkata: Saya pernah melihat Ibnu ‘Umar mendatangi seseorang yang menambatkan untanya untuk disembelih dalam keadaan menderum. Beliau berkata:
ابْعَثْهَا قِيَامًا مُقَيَّدَةً، سُنَّةُ مُحَمَّدٍ
“Bangkitkan untamu dalam keadaan berdiri dan terikat, (ini) adalah Sunnah Muhammad .” (HR. Al-Bukhari no. 1713 danMuslim no. 1320/358)
Bila terjadi sebaliknya, yakni me-nahr kambing dan sapi serta men-dzabh unta, maka sah dan halal dimakan menurut pendapat jumhur. Sebab tidak keluar dari tempat penyembelihannya.
XI. Tidak disyaratkan menghadapkan hewan ke kiblat, sebab haditsnya mengandung kelemahan.
Dalam sanadnya ada perawi yang bernama Abu ‘Ayyasy Al-Mu’afiri, dia majhul. Haditsnya diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2795) dan Ibnu Majah (no. 3121).
XII. Termasuk kebid’ahan adalah melumuri jidat dengan darah hewan qurban setelah selesai penyembelihan, karena tidak ada contohnya dari Nabi dan para salaf. (Fatwa Al-Lajnah, 11/432-433, no. fatwa 6667)
Hukum-hukum dan Adab-adab Yang Terkait dengan Orang yang Berqurban
1. Syariat berqurban adalah umum, mencakup lelaki, wanita, yang telah berkeluarga, lajang dari kalangan kaum muslimin, karena dalil-dalil yang ada adalah umum.
2. Diperbolehkan berqurban dari harta anak yatim bila secara kebiasaan mereka menghendakinya. Artinya, bila tidak disembelihkan qurban, mereka akan bersedih tidak bisa makan daging qurban sebagaimana anak-anak sebayanya.
3. Diperbolehkan bagi seseorang berhutang untuk berqurban bila dia mampu untuk membayarnya. Sebab berqurban adalah sunnah dan upaya menghidupkan syi’ar Islam.
Al-Lajnah Ad-Da`imah juga mempunyai fatwa tentang diperbolehkannya menyembelih qurban walaupun belum dibayar harganya.
4. Dipersyaratkan hewan tersebut adalah miliknya dengan cara membeli atau yang lainnya. Adapun bila hewan tersebut hasil curian atau ghashab lalu dia sembelih sebagai qurbannya, maka tidak sah.
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إلَّا طَيِّبًا
“Sesungguhnya Allah itu Dzat yang baik tidak menerima kecuali yang baik.” (HR. Muslim no. 1015 dari Abu Hurairah )
Begitu pula bila dia menyembelih hewan orang lain untuk dirinya, seperti hewan gadaian, maka tidak sah.
5. Bila dia mati setelah men-ta’yin hewan qurbannya, maka hewan tersebut tidak boleh dijual untuk menutupi hutangnya. Namun hewan tersebut tetap disembelih oleh ahli warisnya.
6. Disunnahkan baginya untuk menyembelih qurban dengan tangannya sendiri dan diperbolehkan bagi dia untuk mewakilkannya. Keduanya pernah dikerjakan Rasulullah sebagaimana hadits:
ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ
“Rasulullah menyembelih kedua (kambing tersebut) dengan tangannya.” (HR. Al-Bukhari no. 5565 dan Muslim no. 1966)
Juga hadits ‘Ali bin Abi Thalib yang telah lewat, di mana beliau diperintah oleh Rasulullah untuk menangani unta-untanya.
7. Disyariatkan bagi orang yang berqurban bila telah masuk bulan Dzulhijjah untuk tidak mengambil rambut dan kukunya hingga hewan qurbannya disembelih.
Diriwayatkan dari Ummu Salamah , dia berkata: Rasulullah bersabda:
إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلاَ يَأْخُذْ مِنْ شَعْرِهِ وَلَا مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّيَ
“Apabila telah masuk 10 hari pertama (Dzulhijjah) dan salah seorang kalian hendak berqurban, maka janganlah dia mengambil rambut dan kukunya sedikitpun hingga dia menyembelih qurbannya.” (HR. Muslim no. 1977)
Dalam lafadz lain:
وَلَا بَشَرَتِهِ
“Tidak pula kulitnya.”
Larangan dalam hadits ini ditujukan kepada pihak yang berqurban, bukan pada hewannya. Sebab mengambil bulu hewan tersebut untuk kemanfaatannya diperbolehkan sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya.
Juga, dhamir (kata ganti) هِ pada hadits di atas kembali kepada orang yang hendak berqurban. Larangan dalam hadits ini ditujukan khusus untuk orang yang berqurban. Adapun keluarganya atau pihak yang disertakan, tidak mengapa mengambil kulit, rambut dan kukunya. Sebab, yang disebut dalam hadits ini adalah yang berqurban saja.
- Bila dia mengambil kulit, kuku, atau rambutnya sebelum hewannya disembelih, maka qurbannya sah, namun berdosa bila dia lakukan dengan sengaja. Tetapi bila dia lupa atau tidak sengaja maka tidak mengapa.
- Bila dia baru mampu berqurban di pertengahan 10 hari pertama Dzulhijjah, maka keharaman ini berlaku saat dia niat dan ta’yin qurbannya.
- Orang yang mewakili penyembelihan hewan qurban orang lain, tidak terkena larangan di atas.
- Larangan di atas dikecualikan bila terjadi sesuatu yang mengharuskan dia mengambil kulit, kuku, atau rambutnya.
Wallahu a’lam bish-shawab.
8. Disyariatkan untuk memakan sebagian dari hewan qurban tersebut. Allah : berfirman
“Maka makanlah sebagian darinya.” (Al-Hajj: 28)
Juga tindakan Rasulullah yang memakan sebagian dari hewan qurbannya.
9. Diperbolehkan menyimpan daging qurban tersebut walau lebih dari tiga hari. Beliau bersabda:
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنِ ادِّخَارِ لُـحُومِ الْأَضَاحِي فَوْقَ ثَلَاثٍ، فَأَمْسِكُوا مَا بَدَا لَكُمْ
“Dahulu aku melarang kalian menyimpan daging qurban lebih dari 3 hari. (Sekarang) tahanlah (simpanlah) semau kalian.” (HR.Muslim no. 1977 dari Buraidah )
10. Disyariatkan untuk menyedekahkan sebagian dari hewan tersebut kepada fakir miskin. Allah berfirman:
“Berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (Al-Hajj: 28)
Juga firman-Nya:
“Beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.” (Al-Hajj:36)
Yang dimaksud dengan الْبَائِسَ الْفَقِيرَ adalah orang faqir yang menjaga kehormatan dirinya tidak mengemis padahal dia sangat butuh. Demikian penjelasan Ikrimah dan Mujahid.
Adapun yang dimaksud dengan الْقَانِعَ adalah orang yang meminta-minta daging qurban. Sedangkan الْـمُعْتَرَّ adalah orang yang tidak meminta-minta daging, namun dia mengharapkannya. Demikian penjelasan Ibnu Jarir Ath-Thabari .
11. Diperbolehkan memberikan sebagian dagingnya kepada orang kaya sebagai hadiah untuk menumbuhkan rasa kasih sayang di kalangan muslimin.
12. Diperbolehkan memberikan sebagian dagingnya kepada orang kafir sebagai hadiah dan upaya melembutkan hati. Sebab qurban adalah seperti shadaqah sunnah yang dapat diberikan kepada orang kafir. Adapun shadaqah wajib seperti zakat, maka tidak boleh diberikan kepada orang kafir.
Dan yang dimaksud dengan kafir disini adalah selain kafir harbi. Al-Lajnah Ad-Da`imah mengeluarkan fatwa tentang hal ini (11/424-425, no. 1997).
13. Diperbolehkan membagikan daging qurban dalam keadaan mentah ataupun masak. Diperbolehkan pula mematahkan tulang hewan tersebut.
0 comments:
Post a Comment